RADARBUMIGORA. COM– Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Nusa Tenggara Barat (NTB), Ahmad Ikliludin, menyatakan keprihatinannya terhadap maraknya praktik penyalinan berita secara utuh tanpa izin oleh akun-akun media sosial non-resmi. Menurutnya, tindakan tersebut tidak hanya melanggar etika jurnalistik, tetapi juga menabrak aturan hukum dan merusak ekosistem industri pers.
Dalam keterangannya kepada media, Ikliludin menegaskan bahwa berita yang diproduksi oleh media atau jurnalis merupakan karya cipta yang dilindungi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Perlindungan tersebut mencakup narasi, susunan kata, serta elemen visual seperti foto dan video.
“Copy-paste seluruh isi berita, atau sebagian besar isinya, tanpa izin dari pemegang hak cipta adalah pelanggaran serius. Media yang dirugikan berhak mengajukan teguran, takedown, bahkan gugatan hukum,” ujarnya.
Selain potensi sanksi hukum, akun media sosial yang melakukan pelanggaran hak cipta juga dapat dikenai sanksi oleh platform tempat mereka beroperasi. Sanksi tersebut meliputi penghapusan konten, pembatasan fitur, hingga penangguhan atau penghapusan akun secara permanen.
Lebih jauh, Ikliludin menyoroti aspek etika dalam jurnalisme. Ia menyebut tindakan menjiplak karya jurnalistik tanpa atribusi sebagai bentuk plagiarisme.
“Akun-akun seperti ini tidak menghargai proses kerja jurnalis. Mereka hanya mengambil hasilnya tanpa kontribusi apa pun. Padahal, produksi berita membutuhkan tenaga, waktu, biaya, dan komitmen tinggi,” tegasnya.
Menurutnya, praktik penyalinan konten juga berdampak pada terganggunya ekosistem informasi. Judul berita yang diambil bisa diubah secara tidak bertanggung jawab demi mengejar klik, yang berpotensi menyesatkan pembaca. Selain itu, media asli juga dirugikan karena kehilangan trafik dan potensi pendapatan dari iklan.
Ikliludin menekankan bahwa jika ingin menjadikan berita sebagai konten media sosial, kreator harus terlebih dahulu meminta izin resmi kepada pemilik berita.
“Kalau tidak, ini bukan hanya pelanggaran hukum, tapi juga tidak etis. Ini bisa menghambat kelangsungan media dalam menghasilkan berita yang berkualitas,”(Red).