RadarBumigora.com, Lombok Barat – Kepala Perwakilan Ombudsman Republik Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), Dwi Sudarsono, meminta Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lombok Barat melakukan kajian mendalam sebelum memberhentikan tenaga honorer. Permintaan itu disampaikan pada Rabu (29/10/2025).
Menurut Dwi, kebijakan pemberhentian tenaga honorer harus mempertimbangkan dampaknya terhadap pelayanan publik, terutama jika menyangkut tenaga fungsional seperti guru dan tenaga kesehatan.
"Apakah sudah dilakukan asesmen kebutuhan daerah terhadap pelayanan publik? Ini penting agar kebijakan tidak justru menurunkan kualitas pelayanan,” ujarnya.
Ia menegaskan, proses pemberhentian tenaga honorer harus dilakukan secara prosedural dan berbasis kajian kebutuhan. Mengingat jumlah tenaga honorer di Lombok Barat cukup banyak, Pemkab perlu memperhatikan aspek sosial dan ekonomi masyarakat sebelum mengambil keputusan.
“Pemberhentian tanpa kajian bisa menciptakan pengangguran baru,” tegas Dwi.
Sebelumnya, Anggota Komisi IV DPRD Lombok Barat, Muhammad Munip, juga meminta pemerintah daerah bertindak lebih selektif dalam menerapkan kebijakan tersebut. Ia menilai tenaga honorer di sektor vital seperti pendidikan dan kesehatan masih sangat dibutuhkan.
“Kalau mereka masih aktif mengajar di TK, SD, dan SMP, lalu diberhentikan, tentu akan mengganggu proses belajar mengajar dan berdampak pada kualitas pendidikan,” katanya.
Munip juga menyoroti dampak sosial yang mungkin timbul, termasuk potensi meningkatnya angka pengangguran dan kemiskinan.
“Jumlah 1.632 itu bukan angka kecil. Banyak dari mereka adalah kepala keluarga. Jika diberhentikan, tentu akan berimbas pada kehidupan ekonomi keluarga mereka,” tegasnya.
Sebelumnya, Pemkab Lombok Barat mengeluarkan Surat Edaran Nomor 800/301/BKD-PSDM/2025 tentang pemutusan kontrak kerja tenaga non-ASN. Dalam edaran tersebut disebutkan, tenaga honorer yang tidak terdaftar dalam database Badan Kepegawaian Negara (BKN) hasil pendataan tahun 2022, serta yang tidak mengikuti seleksi PPPK Tahap I dan II, wajib diberhentikan paling lambat 31 Oktober 2025.
Pelaksanaan kebijakan tersebut harus dilaporkan kepada Bupati Lombok Barat melalui BKD-PSDM selambat-lambatnya 7 November 2025. (Red).
