RadarBumigora.com.Lombok Timur– Wakil Ketua DPD II KNPI Lombok Timur, Muhrim Rajasa, menyoroti dilema yang dihadapi tenaga kesehatan (nakes) di Lotim. Pasalnya, nakes berada dalam posisi sulit antara memberikan pelayanan maksimal kepada pasien dan mematuhi ketentuan ketat dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
“Banyak nakes di Lotim yang terjebak dalam dilema. Mereka ingin menolong pasien sebaik mungkin, tetapi di sisi lain harus patuh pada aturan BPJS yang hanya menanggung penyakit tertentu,” ujar Muhrim kepada wartawan, Rabu (5/11/2025).
Ia menjelaskan, jika nakes memberikan pelayanan terhadap penyakit yang tidak masuk dalam daftar tanggungan BPJS, maka klaim biayanya bisa ditolak. Akibatnya, fasilitas kesehatan bahkan tenaga medis sendiri kerap diminta mengembalikan dana klaim tersebut kepada BPJS.
“Situasi ini sering kali menimbulkan salah paham. Pasien dan keluarganya merasa semua biaya pengobatan harus ditanggung karena sudah menjadi peserta BPJS. Padahal, BPJS memiliki batasan jenis penyakit dan layanan yang ditanggung,” terangnya.
Muhrim menilai, kondisi ini sering membuat tenaga kesehatan menjadi pihak yang disalahkan. Penjelasan mengenai batasan layanan BPJS kerap tidak diterima pasien, bahkan ada yang menuduh nakes tidak profesional atau mencari keuntungan pribadi.
“Bahkan ada yang sampai memfitnah nakes karena dianggap meminta biaya tambahan, padahal itu di luar tanggungan BPJS,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia mengungkapkan bahwa ironi semakin terasa karena banyak nakes di Lombok Timur bekerja dengan honor rendah dan tidak menentu.
“Bayangkan, ada nakes yang hanya menerima sekitar Rp500 ribu per bulan, tapi tetap dituntut memberikan pelayanan terbaik. Sementara jika mereka melayani pasien di luar ketentuan BPJS, bisa diminta mengembalikan dana klaim,” kata Muhrim prihatin.
Untuk itu, KNPI Lombok Timur mendorong pemerintah daerah dan BPJS Kesehatan mencari solusi yang adil bagi tenaga kesehatan. Ia juga mengimbau masyarakat agar lebih memahami aturan BPJS guna menghindari kesalahpahaman antara pasien dan tenaga medis.
“Ini bukan soal siapa yang salah, tapi bagaimana sistem bisa berjalan adil untuk semua pihak baik nakes maupun pasien,” (Red).
