Radarbumigora.com – Mataram- Perkembangan Kota Mataram dalam sepuluh tahun terakhir patut diapresiasi. Hanya saja, harus dilakukan penataan sebagai ibukota Provinsi NTB.
Akademisi Universitas Muhammadiyah Mataram, Dr. H. Muhammad Ali, M.Si, menyampaikan pesatnya pertumbuhan kawasan perkotaan di ibu kota Provinsi Nusa Tenggara Barat harus diapresiasi.
"Perkembangan Mataram sebagai kawasan perkotaan sangat luar biasa. Pembangunan real estate tumbuh masif, jalan-jalan baru dibuka dan diperluas, serta berbagai fasilitas penunjang kota seperti kafe, kost-kostan, hingga pusat-pusat usaha menjamur di berbagai titik," ungkapnya.
Namun, lanjut Dr. Ali, kemajuan tersebut tidak serta merta berarti semuanya berjalan baik. Sejumlah persoalan mulai muncul, terutama terkait tata ruang, lingkungan hidup, dan kenyamanan warga kota dalam beraktivitas sehari-hari.
Salah satu isu yang disorot adalah persoalan kemacetan. Dr. Ali mencontohkan kondisi di perempatan Pagesangan, baik dari arah utara maupun selatan, yang nyaris setiap pagi dan sore mengalami kepadatan parah.
"Jalan memang diperlebar, tetapi di sisi kiri dan kanan malah muncul aktivitas baru yang memakan sempadan. Hasilnya, jalan terasa tetap sempit. Padahal, arus kendaraan terus bertambah," jelasnya.
Selain itu, ia menyoroti pengaturan lampu lalu lintas yang dinilai belum optimal. Ketidakseimbangan antara durasi lampu hijau dan merah kerap memperparah kemacetan.
"Perlu evaluasi skala traffic light berdasarkan rata-rata arus kendaraan yang melintas," ujarnya.
Bukan hanya itu, Masalah lain yang dinilai perlu segera ditangani adalah pengelolaan parkir dan dampaknya terhadap tata kota. Hampir semua titik kini menjadi lahan parkir, namun retribusinya dinilai belum berkontribusi secara nyata terhadap peningkatan sarana dan prasarana jalan.
"Retribusi parkir seharusnya bisa dikembalikan dalam bentuk layanan jalan yang lebih layak, estetika kota yang lebih manusiawi, serta fasilitas publik lainnya," tegasnya.
Ditengah menjamurnya persoalan tersebut, sebagai pengamat kebijakan publik, Dr. Ali mengusulkan beberapa langkah konkret untuk menjawab tantangan pembangunan Kota Mataram ke depan. Misalnya, diperlukan regulasi lebih ketat agar pembangunan tidak menggerus lahan produktif secara horizontal. Solusi vertikalisasi bangunan perlu segera dirumuskan mengingat kian sempitnya lahan di Mataram.
Selanjutnya, Pemerintah Kota diminta tegas terhadap pelanggaran aktivitas di pinggir jalan. Ruang publik perlu dijaga agar tidak dimanfaatkan secara ilegal.
Dana dari parkir seharusnya dikembalikan dalam bentuk peningkatan fasilitas umum, seperti trotoar, rambu lalu lintas, dan taman kota.
"Jika Mataram ingin menjadi kota modern yang layak huni, tata kelola kota harus disiapkan dengan pendekatan yang manusiawi dan visioner. Jangan sampai kota ini berjalan seperti autopilot tanpa pilot," (Red).