RADARBUMIGORA.Com – Situasi sosial-politik yang bergolak pada Agustus 2025 mengundang kekhawatiran sejumlah tokoh nasional. Salah satunya, Abah Muazar Habibi—mantan aktivis 1998 yang kini menjabat sebagai Mudirul Aam Pesantren Lenterahati Islamic Boarding School. Ia menilai, gelombang perubahan yang terjadi saat ini jauh lebih cepat dan berbahaya dibandingkan reformasi 1998.
“Kalau 1998 adalah ledakan dari proses panjang, maka 2025 ini seperti badai instan. Hanya dalam hitungan hari, eskalasi besar sudah terbentuk,” ujar Abah Muazar dalam keterangannya, Sabtu (30/8).
Sebagai perbandingan, reformasi 1998 memerlukan hampir dua tahun sejak mencuatnya kasus Busang (1996) hingga mencapai puncaknya pada Mei 1998. Namun kini, akumulasi kemarahan rakyat melonjak hanya dalam waktu kurang dari sepekan.
Menurutnya, krisis kali ini bukan hanya dipicu oleh satu sosok atau satu peristiwa. Ini adalah hasil dari sepuluh tahun penderitaan yang dirasakan rakyat di bawah pemerintahan Presiden Joko Widodo. Ketidakpuasan terhadap kebijakan pemerintah, tekanan ekonomi, serta ketimpangan sosial menjadi akumulasi yang tidak tertahankan.
“Ini bukan soal Affan Kurniawan semata. Ini tentang luka kolektif yang sudah menumpuk selama satu dekade,” tegasnya.
Sekian itu, Runtuhnya Kepercayaan terhadap Lembaga Negara. Kemarahan publik tidak hanya tertuju pada eksekutif. DPRD, DPR RI, hingga jajaran birokrasi ikut dianggap gagal menjalankan fungsi pengawasan dan perlindungan terhadap rakyat. Abah Muazar menyebut ketidakpekaan para elit terhadap kondisi rakyat sebagai pemantik tambahan yang memperbesar ledakan sosial.
“Wakil rakyat justru sibuk dengan perebutan kekuasaan, bukan menyuarakan aspirasi masyarakat. Mereka kehilangan empati,” katanya.
Tak kalah penting adalah soal citra aparat keamanan, khususnya kepolisian, yang menurut Abah Muazar semakin kehilangan kepercayaan publik. Kasus tragis meninggalnya driver ojek online, Affan Kurniawan, yang terlindas kendaraan taktis Brimob, menjadi titik balik kemarahan rakyat.
“Peristiwa itu bukan sekadar insiden. Itu simbol betapa rendahnya nyawa rakyat di mata kekuasaan,” ucapnya.
Bukan hanya itu, Ancaman Kudeta Politik dan Bahaya Rezim Baru. Dalam situasi genting ini, Abah Muazar juga mewanti-wanti soal adanya skenario politik yang berpotensi memperkeruh keadaan. Ia menuding ada pihak-pihak yang ingin memanfaatkan momentum untuk menggulingkan Presiden Prabowo dan mendorong Gibran Rakabuming Raka naik ke tampuk kekuasaan.
“Skenario semacam ini hanya mengganti wajah kekuasaan, bukan menyelesaikan persoalan. Jika ini terjadi, krisis sosial bisa berubah menjadi kehancuran nasional,” ujarnya.
Masyarakat dalam Titik Terendah, dimana Abah Muazar menggambarkan kondisi masyarakat saat ini sebagai titik nadir kepercayaan terhadap institusi. Hukum lumpuh, ekonomi terpuruk, dan solidaritas sosial melemah.
“Ini bukan sekadar krisis politik, ini keruntuhan peradaban yang dimulai dari rasa dikhianati,” tandasnya.
Baginya, sejarah sedang mengulang dirinya. Namun kali ini, dengan tempo yang lebih cepat, lebih brutal, dan lebih tidak terduga. (Red).